Skip to main content

UNDANG-UNDANG HAK PATEN

Undang-Undang Hak Paten

Hak Paten Indonesia saat ini diatur dalam UU No. 13 tahun 2016. UU paten ini merupakan UU terbaru yang menggantikan UU paten No. 14 Tahun 2001 karena banyaknya substansi yang perlu ditambahkan maupun diperbaiki.
Berdasarkan penuturan dari Kepala Bagian Hukum, Biro Hukum, Kerjasama dan Humas BPPT, substansi dalam UU No 13 tahun 2016 ini lebih dari 50 persen berubah. Dengan adanya UU paten yang baru ini juga bertujuan agar para peneliti semakin memahami tata cara pengajuan paten dan membuat invensi akan semakin bertambah. UU paten ini juga sudah menyesuaikan dengan ketentuan peraturan internasional.
Seperti diketahui bahwa paten sangat berkorelasi dengan ketersediaan banyak lapangan kerja. Negara yang menghasilkan banyak paten akan memberikan kesempatan kerja yang luas bagi penduduknya, karena salah satu syarat sebuah paten adalah dapat diterapkan dalam industri.

Perbedaan UU Paten Lama dan Baru

UU paten diperbaharui atau diganti untuk memperbaiki Undang-Undang sebelumnya, membenarkan yang kurang benar dan menambahkan yang belum ada. Selain itu juga untuk menyesuaikan dengan kondisi masyarakat.
Walaupun dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, pelaksanaan Paten telah berjalan, namun terdapat substansi yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum, baik nasional maupun internasional dan belum diatur sesuai dengan standar dalam Persetujuan Tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) selanjutnya disebut persetujuan TRIPs, sehingga perlu melakukan penggantian.
Pendekatan revisi Undang-Undang Paten yang tertulis dalam UU Paten No. 13 tahun 2016 berbunyi:
  • Optimalisasi kehadiran negara dalam pelayanan terbaik pemerintah di bidang Kekayaan Intelektual.
  • Keberpihakan pada kepentingan Indonesia tanpa melanggar prinsip-prinsip internasional.
  • Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dengan mendorong Invensi nasional di bidang teknologi untuk mewujudkan penguatan teknologi.
  • Membangun landasan paten nasional melalui pendekatan sistemik realisme hukum pragmatis.
Berikut ini beberapa perbedaan antara UU Paten No. 13 tahun 2016 dan UU No. 14 Tahun 2001:
Inventor
Pada UU lama Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi. Sedangkan dalam UU Baru Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi.
Penafsiran pada UU lama, inventor hanya berlaku untuk perorangan atau beberapa saja, sedangkan pada UU baru inventor ditafsirkan secara meluas bahwa inventor terdiri dari perseorangan, beberapa orang, badan hukum maupun beberapa badan hukum.
Lingkup Perlindungan Paten
Pada UU yang baru, perlindungan paten meliputi paten dan paten sederhana yang dijabarkan secara luas, sedangkan pada UU lama paten sederhana tidak. UU baru ini juga memperluas objek perlindungan paten sederhana, yaitu termasuk untuk proses atau metode yang baru atau pengembangannya (semula hanya untuk produk baru).
Permohonan Paten
Pada UU lama permohonan paten hanya dapat diajukan secara tertulis, sedangkan pada UU baru permohonan dapat diajukan secara elektronik maupun non-elektronik. Permohonan secara elektronik ini bisa memudahkan pemohon yang jaraknya jauh karena kondisi geografis indonesia sebagai negara kepulauan. Sistem e-filling ini juga membuat biaya yang dikeluarkan menjadi lebih murah.
Sistem paten akan memperkaya pengetahuan masyarakat dan melahirkan penemu-penemu baru dan akan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Walaupun Indonesia memiliki undang-undang terkait hak paten, sepertinya sosialisasi yang dilakukan kurang efektif karena masih minimnya penemu yang mendaftarkan penemuannya sehingga mereka tidak mendapatkan hak eksklusifnya.
Hal inilah yang menyebabkan rendahnya pemahaman akan pentingnya HKI, khususnya paten di kalangan masyarakat. Dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara, jumlah hak paten Indonesia yang didaftarkan masih di bawah Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Banyak juga yang mengira untuk mendapatkan hak paten itu berbelit-belit, memakan waktu lama serta biaya yang besar. Padahal tidak sepenuhnya seperti itu jika mereka memahami mengetahui segala hal tentang paten beserta undang-undang yang mengaturnya. Proses pengajuan paten juga tentunya semakin mudah dengan adanya jasa Konsultan Kekayaan Intelektual yang bisa membantu mendaftarkan paten baik perorangan, kelompok, maupun badan hukum.
Invensi apapun yang dihasilkan dari cipta karsa penemunya sudah sewajarnya mendapat perlindungan sebagai penghargaan atas usaha, waktu, dan kontribusinya terhadap negara.

Comments