HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL (HaKI)
A. PENGERTIAN HaKI
Hak Kekayaan
Intelektual, disingkat “HKI” atau adalah padanan kata yang biasa digunakan
untuk Intellectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi
hasil olah pikir yang menghasikan suatu produk atau proses yang berguna untuk
manusia pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari
suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya
yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
B. HaKI di Dunia dan di Indonesia
Secara substantif pengertian HaKI dapat dideskripsikan
sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual
manusia. Tumbuhnya konsepsi kekayaan atas karya-karya intelektual pada akhirnya
juga menimbulkan untuk melindungi atau mempertahankan kekayaan tersebut. Pada
gilirannya, kebutuhan ini melahirkan konsepsi perlindungan hukum atas kekayaan
tadi, termasuk pengakuan hak terhadapnya. Sesuai dengan hakekatnya pula, HaKI
dikelompokan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud
(Intangible).
Pengenalan HaKI sebagai hak milik perorangan yang tidak
berwujud dan penjabarannya secara lugas dalam tatanan hukum positif terutama
dalam kehidupan ekonomi merupakan hal baru di Indonesia. Dari sudut pandang
HaKI, aturan tersebut diperlukan karena adanya sikap penghargaan, penghormatan
dan perlindungan tidak saja akan memberikan rasa aman, tetapi juga mewujudkan
iklim yang kondusif bagi peningkatan semangat atau gairah untuk menghasilkan
karya-karya inovatif, inventif dan produktif.
Kalau dilihat secara historis, undang-undang mengenai HaKI
pertama kali ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun
1470. Caxton, Galileo dan Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul
dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka.
Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di
jaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di
Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai
undang-undang paten tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama
kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten,
merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright
atau hak cipta.
Tujuan dari konvensi-konvensi tersebut antara lain
standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar menukar informasi, perlindungan
mimimum dan prosedur mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian membentuk
biro administratif bernama the United
International Bureau for the Protection of Intellectual Property yang
kemudian dikenal dengan nama World
Intellectual Property Organisation (WIPO). WIPO kemudian menjadi badan
administratif khusus di bawah PBB yang menangani masalah HaKI anggota PBB.
Sebagai tambahan pada tahun 2001 World Intellectual Property
Organization (WIPO) telah menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan
Intelektual Sedunia. Setiap tahun, negara-negara anggota WIPO termasuk
Indonesia menyelenggarakan beragam kegiatan dalam rangka memeriahkan Hari HKI
Sedunia.
Sejak ditandatanganinya persetujuan umum tentang tarif dan
perdagangan (GATT) pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh-Maroko, Indonesia
sebagai salah satu negara yang telah sepakat untuk melaksanakan persetujuan tersebut
dengan seluruh lampirannya melalui Undang-undang No. 7 tahun 1994 tentang
Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Lampiran yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual (HaKI) adalah
Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP’s) yang merupakan
jaminan bagi keberhasilan diselenggarakannya hubungan perdagangan antar Negara
secara jujur dan adil, karena :
1. TRIP’s menitik beratkan kepada norma dan
standard.
2. Sifat persetujuan dalam TRIP’s adalah Full
Complience atau ketaatan yang bersifat memaksa tanpa reservation.
3. TRIP’s memuat ketentuan penegakan hukum yang
sangat ketat dengan mekanisme penyelesaian sengketa diikuti dengan sanksi
yangbersifat retributif.
HaKI bagi masyarakat barat bukanlah sekedar perangkat hukum
yang digunakan hanya untuk perlindungan terhadap hasil karya intelektual
seseorang akan tetapi dipakai sebagai alat strategi usaha dimana karena suatu
penemuan dikomersialkan atau kekayaan intelektual, memungkinkan pencipta atau
penemu tersebut dapat mengeksploitasi ciptaan/penemuannya secara ekonomi. Hasil
dari komersialisasi penemuan tersebut memungkinkan pencipta karya intelektual
untuk terus berkarya dan meningkatkan mutu karyanya dan menjadi contoh bagi
individu atau pihak lain, sehingga akan timbul keinginan pihak lain untuk juga
dapat berkarya dengan lebih baik sehingga timbul kompetisi.
Comments
Post a Comment